Pengertian Wartawan Yang Sebenarnya

Pengertian Wartawan secara bahasa, praktis, istilah, dan pengertian formal berdasarkan UU Pers

 Ide postingan ini bersumber ucapan seorang wartawan ketika ngobrol di sebuah program pelatiha Pengertian Wartawan yang Sebenarnya
Ide postingan ini bersumber ucapan seorang wartawan ketika ngobrol di sebuah program training di daerah: "Wartawan di sini lebih mendahulukan legeg (belagu, sok jadi wartawan) daripada bisa menulis berita".

Ia menjelaskan, sebagian besar wartawan di wilayahnya tidak bisa menulis info dengan baik dan benar (sesuai dengan kaidah jurnalistik).

Saya komentari. Wartawan yang tidak bisa menulis tidak bisa disebut wartawan alias bukan wartawan atau belum menjadi wartawan.

Pasalnya, wartawan itu sebuah profesi yang
  1. Membutuhkan keahlian khusus (expertise), terutama menulis berita.
  2. Menaati instruksi etik, yakni Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan/atau Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI).
Seseorang gres bisa disebut wartawan kalau sudah memenuhi kedua hal tersebut --piawai menulis dan taat instruksi etik-- serta bekerja di sebuah media resmi (berbadan aturan dan terdaftar di Dewan Pers).

Pengertian Wartawan Secara Bahasa 

Secara bahasa, wartawan yaitu orang yang pekerjaannya mencari dan menyusun info untuk dimuat dalam surat kabar, majalah, radio, dan televisi; juru warta; jurnalis (KBBI)

Pengertian wartawan di atas belum menyertakan media online (media siber). Baru mencantumkan dua jenis media massa: cetak dan elektronik.

Pengertian simpel wartawan bisa disimak di laman Wikipedia
  • Wartawan atau jurnalis atau pewarta yaitu seseorang yang melaksanakan kegiatan jurnalistik atau orang yang secara teratur menuliskan info (berupa laporan) dan tulisannya dikirimkan/dimuat di media massa secara teratur. 
  • Laporan ini kemudian sanggup dipublikasi dalam media massa, menyerupai koran, televisi, radio, majalah, film dokumentasi, dan internet. 
  • Wartawan mencari sumber mereka untuk ditulis dalam laporannya; 
  • Mereka diperlukan untuk menulis laporan yang paling objektif dan tidak mempunyai pandangan dari sudut tertentu untuk melayani masyarakat.
Dalam struktur organisasi media massa, wartawan masuk dalam bab khusus yang disebut Bagian Redaksi (Editorial Department) dengan hierarki sebagai berikut:
  1. Pemimpin Redaksi (Pemred), Chief Editor, Editor in Chief
  2. Redaktur Pelaksana (Managing Editor)
  3. Redaktur (Editor), Penyunting, Penanggung jawab rubrik (Jabrik) 
  4. Reporter --termasuk Fotografer dan Kameramen atau Juru Kamera (TV). 
  5. Koresponden --reporter daerah.
Semua orang (karyawan media) yang masuk bab redaksi di atas disebut wartawan (jurnalis). Maka, di kartu pers (press card) mereka pun ditulis "wartawan", bukan jabatannya.

Jabatan tertinggi dalam struktur organisasi media bidang redaksi yaitu Pemimpin Redaksi. Ia bertanggung jawab atas keseluruhan isi pemberitaan. Ia pula yang harus maju ke pengadilan kalau ada tuntutan hukum, namun bisa mewakilkannya kepada Wakil Pemred atau Redaktur Senior.

Pengertian Wartawan Menurut UU Pers

Dalam UU No. 40/1999 wacana Pers, wartawan didefinisikan sebagai berikut:

Wartawan yaitu orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik (Pasal 1 ayat 4)

Ada dua kata kunci dalam pengertian wartawan tersebut, yakni:
  1. Kegiatan Jurnalistik 
  2. Teratur
Aktivitas atau kegiatan jurnalistik antara lain
  1. News Gathering/News Hunting --yaitu pengumpulan materi info berupa peliputan (reportase) --observasi, wawancara, riset data-- wacana insiden atau duduk perkara aktual
  2. News Writing --menulis berita
  3. News Editing -- menyunting berita
  4. News Presenting --menyajikan info atau publikasi goresan pena (termasuk foto dan video) di media.
"Teratur" artinya terjadwal, terencana, dan reguler sesuai dengan jadwal publikasi (periodisitas) media tempatnya bekerja atau publikasi berita.

Teratur juga mengindikasikan seorang wartawan bekerja atau menulis untuk media resmi --berbadan aturan dan terdaftar di Dewan Pers.

Dengan demikian, pengertian wartawan yang bergotong-royong berdasarkan UU Pers yaitu orang yang melaksanakan acara jurnalistik secara teratur --terutama menulis berita-- untuk dipublikasikan di media tempatnya bekerja.

Media yang dimaksud yaitu media resmi, baik cetak, elektronik, maupaun online.

Media resmi tentu tidak akan sembarangan mempekerjakan wartawannya. Media resmi hanya akan mempekerjakan seseorang sebagai wartawannya sesudah dinyatakan lulus seleksi atau lolos tes kemampuan menulis berita, wawancara, peliputan, dan acara jurnalistik lainnya.

Wartawan profesional sudah niscaya piawai menulis berita. Jika Anda mau mengetes atau mau menguji apakah seseorang itu wartawan atau bukan (wartawan gadungan/abal-abal/palsu), maka tes saja dengan cara diminta menulis info plus menjelaskan wacana pengertian info dan jurnalistik.

Jenis-Jenis Wartawan

Laman Dewan Pers yang usang pernah mempublikasikan empat golongan wartawan. Keberadaan empat golongan wartawan ini dikemukakan mantan Wakil Ketua Dewan Pers, Leo Batubara, dalam sebuah program di Serang, Banten, 30 Januari 2013.

Menurut Leo, ketika ini ada empat golongan wartawan yang harus disikapi berbeda oleh masyarakat:
  1. Wartawan yang menolak “amplop”. Mereka beranggapan mendapatkan amplop bertentangan dengan fungsi yang dijalankannya.
  2. Wartawan yang mendapatkan amplop. Mereka beralasan perusahaan persnya tidak memberi honor yang mencukupi.
  3. Wartawan yang memperalat pers untuk menerima uang. Banyak dari golongan ini yang menciptakan penerbitan pers hanya untuk menjadi alat pemeras narasumber saja.
  4. “Wartawan” gadungan yang hanya mengejar amplop. Sebutan untuk golongan ini beragam, menyerupai CNN (Cuma Nanya-Nanya), WTS (Wartawan Tanpa Suratkabar), Muntaber (Muncul Tanpa Berita), atau Wartawan Bodrex.
“Kalau wartawan bodrex bukan dibina, tapi diusir,” tegas Leo menjawab seruan akseptor biar Dewan Pers membina “wartawan bodrex”.

Dua Macam BeritaLeo juga mengharapkan masyarakat bisa memperlakukan dua macam info secara berbeda:

1. Berita kategori karya jurnalistik. 
Berita ini didapat wartawan dengan menempuh cara-cara kerja jurnalistik dan bertujuan untuk kepentingan umum.

Jika info semacam ini dinilai melanggar UU No.40/1999 wacana Pers atau Kode Etik Jurnalistik, hukuman yang diberikan kepada pers bisa dalam bentuk Hak Jawab, Hak Koreksi, atau denda maksimal Rp 500 juta.

2. Berita kategori bukan karya jurnalistik. 
Pers yang mempublikasikannya bisa dieksekusi berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku, contohnya berdasarkan KUHP, dan pelakunya bisa dipenjara.

Berita menyerupai ini, contohnya, bertujuan memeras, rekayasa, berintensi malice untuk menjatuhkan seseorang, berkandungan pornografi yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi, atau untuk menghina agama.

Demikian ulasan wacana pengertian watawan yang sebenarnya. Kalangan Humas Instansi/Perusahaan juga wajib memahami pengertian wartawan ini, biar tidak salah bersikap dan berani menghadapi pers. Wasalam.().*

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel