Dewan Pers: Lebih Banyak Didominasi Media Online Situs Isu Abal-Abal

 Demikian kesimpulan aku sehabis membaca informasi Dewan Pers: Mayoritas Media Online Situs Berita Abal-Abal
Sebuah media disebut profesional, bukan abal-abal, antara lain dari sisi tubuh hukum, alamat kantor, jenis usaha, susunan redaksi, dan cara kerja.
 

MEDIA Abal-Abal sekarang mendominasi media online (situs berita). Demikian kesimpulan aku sehabis membaca berita, Dewan Pers mencatat dari 2.000 media online (media daring/dalam jejaring) yang dikala ini ada di Indonesia, hanya 211 yang memenuhi syarat untuk sanggup disebut sebagai media profesional.

Menurut Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, pemberitaan media abal-abal menyerupai mirip ‘koran kuning’. "Ketika diverifikasi, tidak ada penanggung jawab dan tubuh hukumnya,” katanya menyerupai diberitakan Media Indonesia.

Dewan Pers pun kesulitan menindak media abal-abal yang menurunkan berita-berita miring. Jika ada masyarakat yang merasa dirugikan dengan pemberitaan di media, mereka sanggup pribadi mengecek keabsahan medianya.

Kriteria Media Abal-Abal vs Profesional

Media abal-abal yaitu media yang tidak resmi, tidak berbadan hukum, sehingga potensial menyajikan informasi asal, sembarangan, serampangan, beritanya tidak sanggup dipertanggungjawabkan, dan cenderung mengabaikan standar dan adat jurnalistik.

Di blog lain aku sudah tulis Kriteria Situs Berita Terpercaya vs Media Abal-Abal. Secara bahasa, abal-abal artinya palsu, murahan, rendahan, tidak terpercaya, ilegal.

Dilansir Merdeka, Dewan Pers meminta masyarakat jeli membedakan media pers atau media abal-abal. Dewan Pers juga mengingatkan setiap pengelola media untuk tetap berpegang teguh pada aliran atau arahan etik jurnalistik.

Menurut Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, sebuah media --termasuk media online alias media daring atau situs berita-- disebut pers apabila memenuhi ketentuan-ketentuan layaknya forum pers.

Sebuah media disebut profesional, bukan abal-abal, antara lain dari sisi tubuh hukum, alamat kantor, jenis usaha, susunan redaksi, dan cara kerja.

"Jika media umum sudah memenuhi semua ini, baik dari tubuh aturan usahanya, standar kerjanya, dan sudah memenuhi kaidah-kaidah pers, maka media tersebut layak sanggup di bawah naungan Dewan Pers,” katanya.

Bagir menegaskan, media yang tidak memenuhi syarat-syarat pers tadi --dari sisi tubuh hukum, alamat kantor, jenis usaha, susunan redaksi, dan cara kerja-- maka tidak sanggup disebut pers.

Catatan di atas setidaknya harus disikapi dengan tidak pernah lagi membuka halaman web atau mengunjungi media online/situs informasi yang masuk kategori abal-abal, apalagi nge-share beritanya!

Seperti halnya koran kuning, media abal-abal akan serampangan dalam penulisan informasi alasannya yaitu "wartawan"-nya memang bukan wartawan profesional yang menguasai teknik jurnalistik dan menaati arahan etik pemberitaan.

Baca Juga: Banyak Media Online Makara Koran Kuning.

Jadi, utamakan mengakses informasi dari media profesional, terpercaya, bukan media abal-abal. Paling tidak, kalaupun belum/tidak berbadan hukum, media tersebut mencantumkan nama-nama tim redaksi (wartawan) dan alamat kantornya.

Jika nama pengelola situsnya "anonimous" alias tidak terang nama dan alamatnya, gak usah dijadikan tumpuan informasi. Biasanya situs abal-abal hanya mengejar trafik dengan posting informasi sensasional, lebay bin alay, bahkan sering beda judul ama isinya!

Media abal-abal juga biasanya memakai judul-judul informasi umpan klik (clickbait) yang melabrak standar penulisan karya jurnalistik, contohnya memakai kata "WOW", "Terungkap", "Miris", "Ini Dia", "Begini", "Inilah",  dan sejenisnya.

Baca deh: Jurnalisme Umpan Klik.

Apakah blog, menyerupai ini masuk media abal-abal? Tentu tidak, ini blog, bukan situs informasi atau media massa online, tapi situs pribadi (personal website), pemiliknya individu, yakni saya, sim kuring, juga ada "biodatanya" di Menu About.

Bagaimana dengan situs lembaga, contohnya www.icmijabar.or.id atau www.puijabar.org? Itu tidak masuk kategori media pers atau situs berita, tapi situs lembaha, meskipun kontennya banyak berisi berita. Legalitasnya atau tubuh hukumnya "integrated" dengan legalitas lembaganya sebagai ormas.

Lain halnya jikalau ormasnya juga ilegal alias tidak berbadan hukum, maka situsnya pun demikian. Wasalam. ().*

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel