Haruskah Kuliah Jurnalistik Untuk Jadi Wartawan?

Untuk jadi wartawan memang tidak harus kuliah jurnalistik Haruskah Kuliah Jurnalistik untuk Makara Wartawan?
Untuk jadi wartawan memang tidak harus kuliah jurnalistik. Namun, sarjana jurnalistik akan menjadi wartawan yang jauh lebih baik, lebih profesional, dan lebih beretika.

"Haruskah Kuliah Jurnalistik untuk Makara Wartawan?" atau "Untuk jadi wartawan, mestikah kuliah jurusan jurnalistik?" ialah pertanyaan "klasik".

Banyak mahasiswa jurusan jurnalistik jadi "galau" dengan adanya pertanyaan tersebut. Mungkin banyak juga lulusan Sekolah Menengan Atas yang membatalkan niatnya daftar di Jurusan Komunikasi Jurnalistik.


Pertanyaan "Haruskah Kuliah Jurnalistik untuk Makara Wartawan?" muncul sebab empat hal berikut ini:
  1. Banyak wartawan yang bukan sarjana jurnalistik bahkan tidak pernah duduk di dingklik kuliah sama sekali.
  2. Perusahaan media atau forum pers, ketika membuka lowongan kerja wartawan, umumnya menyebutkan "Sarjana S1 Semua Jurusan", tidak spesifik menyebutkan syarat "S1 Jurnalistik" atau "S1 Komunikasi".
  3. Semua orang bisa menulis informasi (tugas utama wartawan), bahkan di kala internet kini siapa saja bisa menjadi wartawan.
  4. Jurnalistik ialah ilmu terapan (applied science) sehingga bisa dikuasai dan didapatkan dengan cara mengikuti pelatihan singkat jurnalistik dan rajin berlatih menulis, contohnya dengan blogging.
Jadi, kesimpulan sementara, tidak harus kuliah jurnalistik untuk menjadi wartawan. Kesimpulan ini tentu menciptakan ratusan ribu bahkan mungkin jutaan mahasiswa jurusan jurnalistik di aneka macam kampus di Indonesia "terpukul" dan bertanya:  

"Sia-sia dong gue berguru ilmu jurnalistik di dingklik kuliah?" atau "Ngapain gue capek-capek kuliah jurnalistik?"

Baca juga: Masa Depan Jurnalistik dan Wartawan Masa Depan

Pendidik & Profesional: Wartawan Harus Kuliah Jurnalistik 

Mari kita telusuri lebih dalam. Dari hasil "studi online" alias Googling, aku mendapat "data ilmiah" yang mementahkan kesimpulan sementara di atas.

Jurnalistik dan wartawan bukan hanya soal kemampuan menulis berita, tapi juga terkait dengan arahan etik (etika profesi) atau perilaku (attitude).

Data-data berikut ini membawa kita pada kesimpulan: wartawan yang kuliah jurnalistik jauh lebih baik dan lebih profesional dibandingkan yang tidak pernah kuliah di jurusan jurnalistik. Karenanya, untuk jadi wartawan profesional HARUS kuliah jurusan jurnalistik.

Data terpenting perihal kaitan kuliah jurnalistik dengan profesi wartawan aku dapatkan di halaman Poynter News University: The Future of Journalism Education.

Hasil survei dengan responden lebih dari 1,800 kalangan pendidik (journalism educators), profesional media, dan mahasiswa menunjukkan data sebagai berikut:
  • 96% journalism educators dan 57% media professional menyatatakan kuliah jurnalistik sangat penting dan "extremely important" supaya wartawan memahami nilai-nilai jurnalisme atau kaidah jurnalistik. 
  • Lebih dari 80% pendidik dan 25% media profesional menyatakan kuliah jurnalistik sangat penting untuk memahami dan menguasai keteampilan menulis informasi (news gathering skills).

Untuk jadi wartawan memang tidak harus kuliah jurnalistik Haruskah Kuliah Jurnalistik untuk Makara Wartawan?
Credit: mediashift.org

Salah satu responden dari kalangan profesional media menyatakan, wartawan modern mesti bisa menulis, memakai kamera, editing, mahir memakai media sosial, dan bekerja cepat. Itu semua bisa dilatih dan didapatkan dengan baik di dingklik kuliah jurnalistik.

Baca Juga: Keahlian Wartawan Modern.

Lulusan atau sarjana jurnalistik juga lebih berpeluang diterima di media dan lebih berpotensi sukses dalam kariernya dibandingkan yang tidak kuliah jurnalistik.

Untuk jadi wartawan memang tidak harus kuliah jurnalistik Haruskah Kuliah Jurnalistik untuk Makara Wartawan?

Halaman The Guardian menyebut kaitan antara kuliah jurnalistik dan profesi wartawan sebagai "isu yang terus muncul" (continous issue).

Kalangan profesional media yang tidak berlatar belakang jurusan jurnalistik mengklaim, tidak harus kuliah jurnalistik untuk jadi wartawan.

Namun, profesional media yang berlatar belakang jurusan jurnalistik lebih lantang menyampaikan mereka lebih percaya diri (more confident) dan lebih terdidik (well educated) sehingga lebih profesional --karena profesionalisme diikat dengan kode etik (ethics), bukan semata-mata skills.

Keunggulan Lulusan Jurnalistik

Seorang penyiar pernah tiba ke ruangan aku --saat saja menjadi Program Director di sebuah stasiun radio swasta terkemuka di Kota Bandung.

Dia penyiar baru, namun dalam waktu singkat meraih banyak pendengar dan penggemar (fans). Siarannya selalu dibanjiri SMS dan telepon on air.

Ia tiba ke ruangan aku dan mengatakan: "Kang, aku sudah bener 'gak ya siarannya?" Saya balik bertanya, "bener gimana?"

"Saya merasa sudah mengikuti format siaran radio ini, namun aku kok ngerasa kurang percaya diri, sudah bener belum siaran aku sesuai dengan kaidah siaran radio? Soalnya, aku tidak pernah berguru teori siaran, tidak tahu ilmu siaran," jelasnya.

Sang penyiar memang bukan lulusan broadcasting dan tidak pernah ikut Broadcast Journalism dan Dasar-Dasar Siaran Radio.

Kasus sang penyiar memperkuat hasil survei di atas, penyiar yang lulusan broadcasting akan lebih percaya diri ketimbang Radio Host yang tidak pernah berguru ilmu siaran, sebagaimana wartawan lulusan jurnalistik akan lebih "PD" dan paham dunia media ketimbang wartawan yang hanya mengandalkan "bisa nulis"

Dari pengalaman aku selama terjun di dunia media (jurnalistik), aku mendapat banyak sekali fakta, wartawan lulusan jurnalistik mempunyai keterampilan teknis reportase, menulis, dan watak yang lebih baik dibandingkan yang bukan lulusan jurnalistik.

Lulusan jurnalistik dibina selama bertahun-tahun dengan aneka macam disiplin ilmu komunikasi jurnalistik dan komunikasi media, termasuk idealisme dan profesionalisme jurnalis, juga dilatih dari "nol" soal reportase dan penulisan berita. Itulah yang menciptakan mereka lebih baik dan lebih profesional.

Memang, tidak ada jaminan wartawan lulusan jurnalistik niscaya lebih berkualitas sebab yang namanya mahasiswa --jurusan apa pun-- tidak semuanya "syukur nikmat" alias "rajin dan serius belajar". Mahasiswa jurnalistik yang kuliahnya "asal", tentu kualitasnya pun "abal-abal".

Kesimpulan

Untuk menjadi wartawan, faktanya, memang tidak harus kuliah jurnalistik. Namun, lulusan jurusan jurnalistik akan menjadi wartawan yang jauh lebih baik, lebih profesional, dan lebih beretika dibandingkan dengan yang hanya mengandalkan kemampuan menulis semata.

Bahkan, mereka yang disebut wartawan bodong, wartawan abal-abal, wartawan bodrex, kemungkinan lebih banyak didominasi --kalau tidak semuanya-- bukan lulusan jurnalistik. Mereka hanya mengandalkan "sedikit" kemampuan menulis kemudian "sok" bisa jadi wartawan.

Banyak wartawan profesional yang bukan lulusan jurnalistik, sebagaimana juga banyak profesional non-jurnalistik yang lulusan jurnalistik. Lulusan kuliah jurnalistik tidak harus selalu jadi wartawan sebab profesi dan "takdir" tidak selalu berbanding lurus dengan latar belakang pendidikan formal. Wasalam. ().*

References:
  • https://www.newsu.org/future-journalism-education-2013
  • http://mediashift.org/2013/08/do-journalists-need-a-journalism-degree-educators-practitioners-disagree/
  • https://www.quora.com/What-are-your-options-as-a-journalist-without-a-college-degree
  • http://www.poynter.org/news/99591/do-i-need-a-degree-to-work-in-journalism/
  • http://www.theguardian.com/education/2014/may/27/journalism-postgraduate-degree-is-it-worth-it 

Tags: Kuliah Jurnalistik, Jurusan Jurnalistik, Profesi Wartawan, Media, Pers, Lulusan Jurnalistik, Pendidikan Wartawan.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel