Bahasa Jurnalistik Tercemar Bahasa Media Sosial

Bahasa Jurnalistik Terkontaminasi Bahasa Media Sosial Bahasa Jurnalistik Terkontaminasi Bahasa Media Sosial
Bahasa Jurnalistik Terkontaminasi Bahasa Media Sosial dan Dirusak Jurnalime Umpan Klik.

BAHASA Jurnalistik yakni bahasa yang dipakai wartawan dalam menulis berita. Ciri khasnya yakni ringkas atau ekonomis kata, sederhana atau gampang dipahami, dan lugas atau pribadi ke pokok dilema (to the point).

Belakangan, pengertian dan prinsip bahasa jurnalistik itu tidak berlaku bagi sebagian wartawan, khususnya jurnalis media online.

Mereka sudah tidak peduli dengan aliran bahasa jurnalistik dan lebih menentukan gaya bahasa "gaul" ala pengguna media sosial.

Saya sudah berkali-kali membahas fenomena praktik penulisan isu di media online, terutama dalam hal penulis judul, dengan tag Jurnalisme Umpan Klik (Clickbait) --gaya jurnalisme kuning versi online. Silakan simak di link ini: Umpan Klik.

Media sosial sudah memengaruhi praktik jurnalistik. Mungkin, ilmu jurnalistik tidak lagi dibutuhkan oleh praktisi media atau setidaknya sudah tidak lagi jadi pedoman.

Wartawan media online terkesan "seenaknya" menulis berita, terutama judul, sing penting mah menciptakan ingin tau pengguna internet (user) alias pembaca sehingga mereka klik link judul isu yang disebarkan di media sosial.

Simak saja judul-judul isu "lebay bin alay" berikut ini yang bergaya media umum dan tidak lagi berasa jurnalisme:

  • Wow, Ternyata Pulau Terdapat di Dunia Ada di Indonesia! 
  • Ternyata, Ini Akibatnya Jika Minim Kopi Setelah Minum Obat.
  • Begini Jadinya Jika Wajah Mirip Lionel Messi. 
  • Brutal! Setelah Pergoki Pasangan Mesum Di Taman, Lihat yang Dua Pria Ini Lakukan
  • Wanita Tua Rela Datang ke Rumah Sakit dan Sujud di Depan Pasien Pria Ini, Videonya Bikin Deg-degan
  • Pasangan Remaja Ini Berenang Pakai Gaya Tak Biasa, Videonya Bikin Merem-Melek
  • Inilah Bukti Kalau Jodoh di Tangan Tuhan, 3 Tahun Lalu Berpacaran, Endingnya Begini, Yang Sabar Bro
  • BREAKING NEWS - Perdagangan Saham Pagi ini Ngadat. Ada Apa dengan BEI?
  • Beraroma Busuk Menyengat, Ternyata Harga Batu Aneh Ini Bikin Kaya Mendadak
  • Pelaku Pembacokan Ahli IT ITB Ditangkap, Ini Komentar Tetangga.
  • Misbakhun Permasalahkan 17 Penyidik KPK, Ini Komentar Polri.
  • Wayne Rooney Ke Everton, Ini Komentar Jose Mourinho
Tribunnews dan Kompas yakni "pelopor" jurnalisme umpan klik. Media online atau situs isu lainnya, terutama situs-situs isu berbasis blog, ikut-ikutan alias "latah".

Maka, maraklah fenomene jurnalisme atau judul umpan klik (clickbait journalism) yang merupakan bentuk terendah jurnalisme media umum (lowest form of social media journalism). Simak: History of Clickbait.

Akibatnya, ketika ini Bahasa Jurnalistik Terkontaminasi Bahasa Media Sosial. Bahasa Jurnalistik dikenal juga dengan istilah Bahasa Media, Bahasa Pers, dan Bahasa Suratkabar (Newspaper Language).

Dulu, kaidah bahasa jurnalistim dirusak oleh media-media yang masuk kategori Koran Kuning penganut Jurnalisme Kuning (Yellow Journalism) dan Jurnalisme Got (Gutter Journalism).

Bukan hanya “doyan” memuat isu asusila, skandal, cabul, dan kriminalitas, koran kuning juga identik dengan judul-judul isu yang sensasional, bombastis, dan “dramatis”. Kadang isinya tidak sesuai dengan judul.

Bahasa Jurnalistik menjadi aliran wartawan profesional. Ringkas dan Lugas yang menjadi ciri khas bahasa jurnalistik, yakni mengedepankan fakta terpenting di bab awal (judul dan teras), sekarang tergerus kepentingan trafik atau pageviews.

Wartawan  atau media online mengabaikan kaidah bahasa jurnalistik akhir persaingan ketat dan kepentingan ekonomi (jumlah klik/trafik). Trafik atau jumlah kunjungan di media online identik dengan pendapatan AdSense.

Media Sosial --utamanya Facebook, Twitter, Instagram, Youtube-- yang menjadi "raja internet" ketika ini sudah menciptakan wartawan mengikuti irama atau arus netizen di media sosial. Judul isu pun sudah menjadi layaknya update status media sosial.

Saya tidak tahu, apakah ilmu jurnalistik, termasuk bahasa jurnalistik, masih diharapkan oleh wartawan? Apakah ilmu jurnalistik masih perlu masuk dalam kurikulum atau silabus Jurusan Ilmu Komunikasi? Bahkan, apakah Jurusan Jurnalistik masih diperlukan?

Sia-sia saja 'kan, capek-capek kuliah jurnalistik, pas di lapangan, ketika jadi wartawan semua yang didapat di kelas ternyata tidak berlaku akhir fenomena jurnalisme umpan klik dan jurnalisme media umum alias jurnalisme kuning versi baru.

Tapi, kata sobat saya, berguru jurnalistik masih perlu, minimal jadi tahu mana jurnalistik yang baik dan mana jurnalistik yang tidak baik. Baiklah... !Wasalam. (www.romeltea.com).*

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel