Media Cetak Bukan Periode Depan Wartawan

Media Cetak Bukan Masa Depan Wartawan. Media Online Menggantikan Perannya. Namun, Situs Berita Juga Mulai Terancam.

 surat kabar terbitan grup media besar MNC Group Media Cetak Bukan Masa Depan Wartawan
Media Online vs Media Cetak. Image: The Odyssey Online

Koran Sindo, surat kabar terbitan grup media besar MNC Group, melaksanakan pemutusan korelasi kerja (PHK) ratusan karyawan. Kondisi ini seolah menjadi sinyal penguat suramnya bisnis media cetak di Indonesia.

Demikian diberitakan VOA Indonesia dengan judul "PHK Jurnalis dan Masa Depan Media Cetak".

Harian Sindo distributor Yogyakarta yang mempunyai 42 karyawan, baik jurnalis maupun bab administrasi, ditutup tamat Juni 2017.

Sembilan wartawan suratkabar harian Bernas di Yogyakarta juga berhenti bekerja. Mereka terdiri dari kontributor daerah, redaktur sampai pemimpin redaksi.

Koran Tempo tidak lagi membagikan versi cetak di daerah, memusatkan distribusinya di Jabotabek dan memperkuat situs info mereka.

Sejumlah tabloid dan majalah terbitan Kelompok Kompas Gramedia, satu persatu rontok dan menjadi kenangan. Badai ini terjadi di sejumlah media cetak di seluruh tanah air.

Pengamat media dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Ana Nadya Abrar, menyarankan para jurnalis untuk mau menyesuaikan diri.

Abrar yakin, ucapan selamat tinggal untuk media cetak tidak akan usang lagi diucapkan. Namun, informasi selalu dibutuhkan oleh masyarakat, dan alasannya yaitu itu jurnalis sanggup bergerak di ranah tersebut. Jurnalis, kata Abrar, harus memahami tren, bahwa media cetak.

Kondisi ini, berdasarkan Abrar, sudah diprediksi oleh para hebat teori komunikasi. Persoalannya, prediksi itu tiba lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya.

“Sebenarnya ada sebuah teori komunikasi yaitu Teori Matematika Komunikasi. Teori ini diciptakan oleh Claude Shannon dan Weaver pada 1948.

Berdasarkan teori itu, bekerjsama kondisi yang kini ini sudah diprediksi. Cuma yang belum terbayangkan yaitu bahwa kenyataannya tiba secepat itu.

Ilmu Komunikasi di kampus pun bergerak menyesuaikan diri. Mahasiswa telah dibekali dengan pemahaman mengenai perubahan industri media cetak. Mahasiswa yang mengambil konsentrasi jurnalistik, dibutuhkan bisa mengikuti perubahan cepat yang terjadi di luar. 

Kuliah dengan para praktisi yang sering dilakukan di kampus, dibutuhkan juga membekali calon-calon jurnalis itu dengan sudut pandang baru.

“Tahun ini kita memulai kurikulum gres yang memberi pengetahuan kepada mahasiswa tidak hanya jurnalisme konvensional menyerupai dulu, tetapi juga jurnalisme konvergensi. Bagaimana mereka memakai media umum dan media online untuk menyiarkan berita. Kita sudah mencoba mengantisipasi itu.”

Media massa cetak yang masih akan bertahan diperkirakan yaitu mereka yang terbit dari grup-grup media besar. Kombinasi bisnis televisi, radio, cetak dan online setidaknya bisa memberi nafas lebih panjang dengan subsidi silang, alasannya yaitu terbukti media cetak tidak lagi menjadi pilihan pemasang iklan. Padahal, dari sanalah industri ini menyambung nyawanya.

Demikian ulasan VOA Indonesia.

Setelah membaca info di atas, saya jadi ingat salah satu postingan saya di blog ini: Media Online Membunuh Media Cetak.

Saat posting itu ditulis, kalangan wartawan sedang dihebohkan oleh gulung tikarnya sejumlah media cetak tahun 2015, termasuk Sinar Harapan, Koran Tempo Minggu, dan Harian Bola.

Internet mengubah banyak hal, termasuk kehidupan media. Media Cetak (Printed Media) terperinci bukan masa depan wartawan atau calon jurnalis yang kini banyak menimba ilmu dan keterampikan di kampus.

Media Online Juga Terancam

Media Online yaitu media masa kini dan masa depan. Masa depan jurnalistik ada di Jurnalistik Online.

Namun demikian, media online atau jurnalistik online juga bisa mati alasannya yaitu diabaikan pembaca, kalau jurnalis online terus mempraktikkan jurnalisme umpan klik (clickbait journalism) yang bikin muak pembaca.

Sejumlah survei mulai menawarkan media online (situs berita) mulai ditinggalkan pembaca. Media Sosial menjadi andalan gres untuk mendapat informasi, meski berisiko menemukan banyak informasi palsu (hoax).

Media online di Amerika Serikat bahkan mulai panik. Kekhawatiran mereka terhadap masa depan bisnisnya telah bermetamorfosis menjadi nyata. Pendapatan dari sisi iklan menurun seiring dengan anjloknya jumlah kunjungan ke situs media mereka. (Media Online Mulai Ditinggalkan Pembaca dan Pemasang Iklan)

Media-media online di Indonesia juga bisa makin ditinggalkan oleh pembaca bila hanya mengandalkan kecepatan dan mengabaikan akurasi serta menabrak susila jurnalistik. Faktor akurasi dan susila jurnalistik harus mendapat perhatian pengelola media online alasannya yaitu Google sedang membangun sistem. (Daftar Jobs yang Butuh Keahlian Jurnalistik. Wasalam. ().*

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel