Media Sosial Indonesia Darurat Hoax Dan Buzzer Politik, Waspadalah!

Media Sosial Indonesia Darurat Hoax dan Buzzer Politik Media Sosial Indonesia Darurat Hoax dan Buzzer Politik, Waspadalah!
Jangan sembarang share info di internet. Indonesia Darurat HOAX dan Serangan Buzzer.

MEDIA Sosial Indonesia tengah darurat isu bohong (hoax) dan "penggalang opini publik" (buzzer).

"Hoax Lewat Jejaring Sosial Semakin Marak, Berhati-hatilah!" demikian laman Radio Australia mengingatkan pengguna media sosial dua tahun lalu.

Hoax dan buzzer di Indonesia mulai marak semenjak kampanye Pemilu Presiden kemudian dan sekarang Pilkada DKI Jakarta. Hoax dan buzzer kian berseliweran di internet semenjak #AksiDamai411 Bela Islam berlangsung di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia.

Jika Anda punya waktu luang, silakan cek akun-akun Twitter yang suka "nimbrung" dalam sebuah hashtag terkenal dengan "cuitan" yang "nyleneh" dan "melawan arus". 

Jika bukan tokoh yang dikenal kontroversial --dan mencari nafkah dengan perilaku kontroversialnya (baca: dibayar), maka pemilik akun itu "GJ" alias Gak Jelas. Tak jarang, akun Twitter atau Facebooknya gres dibentuk sejam-dua jam lalu, bahkan tanpa satu pun follower!

Jelas, buzzer kian menggila demi kepentingan politik. Politisi berdana besar akan gampang membentuk "pasukan buzzer" semacam "cyber army" untuk menggalang dan menggiring opini publik. Satu orang dapat pegang puluhan akun sosmed guna melancarkan "perang informasi".

Maka, jangan gampang terpengaruh! Jangan pula gampang "retweet" dan "share" ataupun komentar.

Pengertian Buzzer
Secara harfiyah, buzzer (baca: bəzər) ialah dengung, dengungan, terbang, memanggil dengan alat dengungan, mendengung, berdengungan, atau membicarakan desas-desus.

Buzzer dalam kamus bahasa Inggris diartikan sebagai pegawanegeri dengungan, bel, lonceng listrik.

Dalam konteks media umum atau informasi di internet, buzzer ialah influencer, yaitu seseorang yang besar lengan berkuasa atau berusaha mensugesti orang lain agar  didengarkan opininya, dipercayai, dan menciptakan orang lain bereaksi setelahnya.

Sebuah laporan Reuters perihal buzzer di Indonesia menyebutkan, kalangan bisnis dan organisasi/kelompok sudah biasa menyewa twitter buzzer untuk memperkenalkan sebuah event atau pesan bagi masyarakat banyak.

"Di ibu kota Indonesia, Jakarta, buzzer bukan alarm atau bel, tapi pengguna Twitter dengan pengikut berjumlah 2.000 atau lebih yang dibayar untuk tweet," tulis Reuters. 

Situs Propaganda 
Bukan hanya hoax dan buzzer, belakangan ini juga bermunculan situs-situs web atau blog yang berfungsi sebagai media propaganda dan berpura-pura sebagai media jurnalistik.

"Mereka" yang punya duit banyak dengan gampang menciptakan situs web dan membayar pengelola, hanya untuk dijadikan media propaganda. Yang namanya propaganda, kebenaran dan akurasi informasi bukan acuan.

Waspadalah! Abaikan situs atau blog yang tidak terang pemilik dan pengelolanya. Dalam istilah Dewan Pers, abaikan media abal-abal yang tidak berbadan aturan dan tidak terang redaksi dan kantornya!

Baca Juga: Tiga Jenis Media: Profesional, Partisan, Abal-Abal

Cara termudah mengenali sebuah media itu kredibilitas atau tidak ialah mengenali siapa pengelola atau tim redaksinya. 

Jika situs tersebut tidak mencantumkan tim redaksi dan alamat kantor, maka abaikan! Menurut kriteria Dewan Pers, itu situs abal-abal, minimal media partisan alias media propaganda.


Cari link sajian "About" (Tentang Kami) atau "Redaksi" di situs isu atau blog yang Anda buka. Ada nama-nama di sana? Ada tubuh hukumnya? Ada alamat kantornya? 

Jika sebuah blog, maka harus terang siapa bloggernya alasannya ialah blog ialah situs pribadi (personal website) ibarat ini.

Jika gak jelas, tutup, tinggalkan, dan jangan pernah kembali membukanya lagi, biar Anda selamat dari HOAX dan serangan BUZZER! Wasalam. ().*

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel