Hoax Menggejala Alasannya Yakni Informasi Media Mainstream Tidak Berimbang

Hoax Menggejala Karena Berita Media Mainstream Tidak Berimbang Hoax Menggejala Karena Berita Media Mainstream Tidak Berimbang
HOAX sedang jadi "trending". Pemerintah dan Dewan Pers sedang memerangi hoax a.l. dengan menekan media nonpers yang disebut sebagai media abal-abal.

Dewan Pers bahkan akan Watchdog Journalism atau fungsi pengawasna sosial (social control). Akibatnya, fungsi ini dilakukan media nonpers atau media-media yang disebut "abal-abal" oleh Dewan Pers.

Fakta, di masa rezim sekarang, media-media mainstream tidak perpihak kepada publik, mengabaikan elemen jurnalisme "first loyality to the ciziten". Akibatnya, muncul dan berkembang Jurnalisme Militan dan Pers Bawah Tanah (Underground Pers).

"Pers bawah tanah yakni opsi lain untuk mempublikasikan informasi atau gagasan yang tidak dipublikasikan media konvensional," tulis William L. Rivers dkk. dalam Media Massa dan Masyarakat Modern (2003). Rivers menyebutnya “jurnalisme militan”.

Media Perlawanan

Banyak kelompok masyarakat yang tidak diakomodasi media mainstream. Kalaupun diberitakan, hanya yang jelek-jelek atau negatif. Itulah sebabnya, kelompok ini menciptakan media sendiri dan melaksanakan perlawanan dan pembelaan.


Simak saja kasus "duel satu lawan satu" yang berubah di media mainstream menjadi "pengeroyokan". Simak berita-berita media mainstream yang oleh Dewan Pers disebut "media pers". Apakah ada covering both side atau berimbang (balance) sebagaimana diamantkan instruksi etik jurnalistik? No!

Simak kasus tenaga absurd China yang masuk ke Indonesia. Adakah media mainstrem dulu memberitakannya? Tidak! Ketika media-media nonpers yang disebut "abal-abal" gencar memberitakannya, barulah media arus utama berani memberitakan, namun dalam perspektif rezim!

Kesimpulan, hoax menggejala lantaran informasi media mainstream tidaka berimbang. Jurnalisme militan dan pers bawah tanah merjalela lantaran media-media besar tidak memenuhi rasa ingin tahu publik perihal kasus-kasus sensitif atau ketidakberesan di pemerintahan yang mestinya diangkat media arus utama sebagai pelaksanaan watchdog journalism.

Sekali lagi, penyebab menggejalanya hoax dan media nonpers tidak lain lantaran media-media arus utama tidak fair, tidak berimbang, alias berpihak pada rezim. Hoax dan media nonpers muncul sebagai bentuk perlawanan sekaligus mengimbangi pemberitaan tidak fair media arus utama.

Dewan Pers mestinya menertibkan juga media-media arus utama yang tidak menaati instruksi etik jurnalistik, khsusunya dalam hal balance & covering both side. Dewan Pers harus konsisten dan fair dalam penerapan "kaidah jurnalistik yang harus dipenuhi".

Barcode yang dipasang Dewan Pers di media-media arus utama atau media pers yang diakui Dewan Pers, tidak akan ampuh membendung hoax. Publik sudah kian cerdas!

Media sosial dan blog merupakan kekuatan gres masa internet yang sulit dibendung. Jika ditekan, blogger dan pelopor media umum akan melawan.

Hoax Indikator Legitimasi Pemerintah Melemah

Simak pula pendapat  Rocky Gerung dari Universitas Indonesia . Ia menilai reaksi pemerintah menghadapi informasi palsu malah tidak sama sekali menyentuh akar masalah.

Hoax dalam pandangannya yakni sebuah gejala: bahwa ada sesuatu yang bergejolak dalam opini publik yang tidak mampu dikedalikan oleh pemerintah.

"Kalau legitimasi pemerintah kuat, orang tidak akan sebar informasi palsu. Tapi begitu legitimasi melemah, oposisi akan mengekspoitasi kerentanan itu dengan memproduksi hoax. Berarti sinyal 'hoax' yakni krisis legitimasi di otoritas. Itu yang harusnya diperbaiki," katanya dikutip BBC Indonesia.

Ditegaskan, melawan hoax dengan mengontrol informasi memberi kesan bahwa negara menjadi totaliter dalam urusan opini publik. "Dan itu buruk, bahwa negara menjadi penjamin kebenaran."

Mengapa? Karena secara teoritis, Rocky Gerung melihat pemerintah di banyak negara doyan melaksanakan rekayasa informasi untuk menjaga legitimasinya. Wasalam. ().*

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel