Jenis-Jenis Media Massa Berdasarkan Dewan Pers: Profesional, Partisan, Abal-Abal

jenis media massa yang ada di tengah masyarakat Jenis-Jenis Media Massa Menurut Dewan Pers: Profesional, Partisan, Abal-Abal
DEWAN Pers terus menyuarakan jenis-jenis media massa yang ada di tengah masyarakat, termasuk mengingatkan banyaknya media abal-abal.

Menurut Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, dikala ini jumlah media di Indonesia 43 ribu lebih, namun yang lolos verifisasi hanya 211 media, termasuk media online.

Dikemukakannya, kita mengenal tiga jenis media atau wartawan, yaitu media profesional, media partisan, dan media abal-abal.

Ia menjelaskan media profesional yaitu media mempunyai kantor redaksi, mempunyai karyawan pers yang telah lulus sertifikasi uji kompetensi dari Dewan Pers, dan mempunyai enam kantor perwakilan (biro).

Media partisan yaitu media yang hanya hadir ketika ada momen-momen tertentu, menyerupai ajang pilkada untuk kepentingan partai.

"Media abal-abal merupakan media yang tidak terang alasannya yaitu tidak mempunyai kantor redaksi serta tidak mempunyai karyawan pers, tugasnya hanya menakut-nakuti sumber berita,” terang Prasetyo dikutip Manado Line, Kamis (3/11/2016).

Sebelumnya, di kesempatan lain, Yosep juga menegaskan, lebih banyak didominasi media dikala ini masuk kategori abal-abal.  Dewan Pers mencatat, dari 2.000 media online (media daring/dalam jejaring) yang dikala ini ada di Indonesia, hanya 211 yang memenuhi syarat untuk sanggup disebut sebagai media profesional.

Menurut Yosep, pemberitaan media abal-abal menyerupai mirip ‘koran kuning’. "Ketika diverifikasi, tidak ada penanggung jawab dan tubuh hukumnya,” katanya menyerupai diberitakan Media Indonesia.

Kriteria Media Abal-Abal vs Profesional

Media abal-abal yaitu media yang tidak resmi, tidak berbadan hukum, sehingga potensial menyajikan isu asal, sembarangan, serampangan, beritanya tidak sanggup dipertanggungjawabkan, dan cenderung mengabaikan standar dan sopan santun jurnalistik.

Secara bahasa, abal-abal artinya palsu, murahan, rendahan, tidak terpercaya, ilegal.

Dilansir Merdeka, Dewan Pers meminta masyarakat jeli membedakan media pers atau media abal-abal. Dewan Pers juga mengingatkan setiap pengelola media untuk tetap berpegang teguh pada aliran atau isyarat etik jurnalistik.

Menurut Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, sebuah media --termasuk media online alias media daring atau situs berita-- disebut pers apabila memenuhi ketentuan-ketentuan layaknya forum pers.

Sebuah media disebut profesional, bukan abal-abal, antara lain dari sisi tubuh hukum, alamat kantor, jenis usaha, susunan redaksi, dan cara kerja.

"Jika media umum sudah memenuhi semua ini, baik dari tubuh aturan usahanya, standar kerjanya, dan sudah memenuhi kaidah-kaidah pers, maka media tersebut layak sanggup di bawah naungan Dewan Pers,” katanya.

Bagir menegaskan, media yang tidak memenuhi syarat-syarat pers tadi --dari sisi tubuh hukum, alamat kantor, jenis usaha, susunan redaksi, dan cara kerja-- maka tidak sanggup disebut pers.

Dikutip Tempo, data wacana jenis-jenis media di Indonesia juga dikemukakan Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etik Pers Dewan Pers, Imam Wahyudi.
Disebutkan, sebanyak 75 persen dari 2000-an media cetak di Indonesia belum berbadan aturan dan produk jurnalistiknya tak memenuhi prinsip jurnalistik. Hanya 567 media cetak yang dikategorikan media profesional. 

Dari sebanyak 43.300 media online atau media siber, hanya 211 perusahaan yang dikategorikan perusahaan pers profesional.
Dewan Pers meminta forum publik untuk berhati-hati terhadap munculnya media abal-abal. Pelaku seolah berpraktik sebagai jurnalis profesional tetapi melanggar isyarat etik jurnalis.

Hayo.... media yang Anda kelola, atau media yang beritanya suka Anda baca dan share ke media sosial, termasuk media profesional, media partisan, atau media abal-abal? Wasalam. ().*

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel