Wartawan & Media Bertanggung Jawab Atas Kondisi Dikala Ini

 harus ikut bertanggung jawab terhadap keadaan dunia dikala ini Wartawan & Media Bertanggung Jawab atas Kondisi Saat Ini
APAKAH media harus ikut bertanggung jawab terhadap keadaan dunia dikala ini? Demikian goresan pena opini yang dipublikasikan Berita Satu.

Bahkan sebelum membaca isi tulisannya, aku impulsif jawab: Ya, Bertanggung Jawab!

Medialah yang mengendalikan opini publik, membentuk persepsi, dan menggiring perilaku publik terhadap suatu problem atau peristiwa!

Betapa bahayanya pemberitaan media yang tidak benar, tidak utuh, dimanipulasi, dan tendensius. Berita bohong atau isu yang tidak lengkap akan memperlihatkan kesimpulan yang salah bagi pembaca.

Betapa menderitanya orang yang "kena fitnah" pemberitaan media. Sebaliknya, betapa bahagia orang yang "biasa" namun jadi dianggap "hebat" alasannya polesan pemberitaan media (baca: pencitraan).

Dalam artikel di atas disebutkan perkara publikasi hasil penelitian. Media massa tidak memberikan hasil wawancara dengan peneliti secara lengkap.

Media dikala ini, di abad internet, berlomba-lomba untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan menampilkan isu yang bombastis dengan gambar yang menarik.

Apabila mesin media sudah bergerak, maka putih akan menjadi lebih putih dan hitam menjadi lebih hitam.

JIKA kondisi Indonesia dikala ini "kacau", maka media turut bertanggung jawab bila tidak melaksanakan kritik atau menjalankan fungsi kontrol sosial (social control), sebagaimana ditegaskan dalam UU Pers.

Jika wartawan hanya menulis isu yang baik-baik wacana pemerintahan ini, padahal banyak kebijakan yang harus dikoreksinya, maka wartawan/media turut bertanggung jawab atas kondisi jelek akhir ketidakbecusan atau "salah urus" pemerintah.

Saya sudah tulis di posting sebelumnya di blog aku yang lain, Media Seharusnya Kritis terhadap Pemerintah, bukan malah menjadi corong pencitraan!

Media ialah “musuh alami" (natural enemy) penguasa, sebagaimana dikemukakan editor buku Pers Tak Terbelenggu (USIS Jakarta 1997):

“Pers dan pemerintah ialah musuh alami dengan fungsi berbeda dan harus saling menghormati tugas masing-masing”.

UU No. 40/1999 wacana Pers juga menegaskan empat fungsi pers: “Pers nasional memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial” (Pasal 3 ayat 1).

Saya punya kesan, sebagian besar media mainstream dikala ini tidak menjalankan fungsi kontrol sosial dalam arti mengkeritisi kebijakan pemerintah.

Ada kesan media-media "besar" dikala ini ibarat abad Orde Baru: berpihak pada rezim, bukan pembela rakyat.

Apakah wartawan dan media besar dikala ini sudah kehilangan idealisme dan "sudah terbeli" dengan gelontoran "dana pencitraan"? Wallahu a'lam. ().*

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel